Senin, 16 Desember 2013

KONSEP PENDIDIKAN

KONSEP PENDIDIKAN

PENDIDIKAN BERKELAS TAK SELALU HARUS MAHAL


Pendidikan berkelas tidak dapat dikembangkan tanpa sebuah disiplin akan proses-proses yang mengatur kegiatannya, kata Prof. DR. Ing. Wardiman Djojonegoro. “Ini bisa jadi sebuah motivasi positif  bagaimana sebuah sistem bemutu menjadi faktor yang sangat penting dalam mewujudkan sebuah kualitas pendidikan yang ingin dicapai. Karena sistem mutu yang dikembangkan akan sangat mempengaruhi sasaran pendidikan, metode pengajaran, dan proses administrasi, maka berbagai pembekalan dan pelatihan terus ditingkatkan baik di tatanan guru dan staf.” Tiga komponen sekolah bermutu :
*       Sekolah yang mampu memberikan layanan optimal kepada seluruh anak dgn berbagai perbedaan bakat, minat kebutuhan belajar.
*       Mampu meningkatkan secara signifikan kapabilitas yang dimiliki anak didik menjadi aktualisasi diri yang memberikan kebanggaan.
*       Mampu membangun karakter kepribadian yang kuat, kokoh dan mantap dalam diri siswa.
Pada dasarnya sebuah lembaga pendidikan dengan mutu baik termaktub dalam visi-misinya ketiga komponen tersebut. Visi-misi yang menyiratkan ciri khas lembaga. Ciri sekolah unggul adalah:
          Mampu memberikan layanan pendidikan yg efektif, mampu mengoptimalkan tumbuh kembang bakat, minat dan potensi siswa.
          Mampu membangun karakteristik kepribadian yang kokoh.
          Mampu menjadi tempat penyemaian nilai-nilai baru bagi berkembangnya masyarakat masa depan.(School that learn)
Lembaga pendidikan bermutu memiliki aspek-aspek untuk direalisasikan. Adapun aspek-aspek yang urgen untuk segera dibenahi di sekolah masa depan:
*                  Membangun karakter anak didik.
(character and nation building perlu diwujudkan).
*                  Menciptakan suasana belajar yg menyenangkan.
*                  Membangun nilai-nilai baru yang sesuai dengan tuntutan masyarakat masa depan. (knowledge society, knowledge worker)
*                  Kepercayaan diri, team work, task commitment.
*                  Kinerja pengawas, guru, pustakawan, laboran, tata usaha, dan partisipasi masyarakat.
Hasil Penelitian Sistem Sekolah secara umum
1.            Berpusat pada Jasmani saja, bukan pada Jasmani dan Rohani (Holistic) kurangnya pemahaman mengenai aspek rohani yang meliputi fungsi-fungsi kerja otak dan psikologi perkembangan anak dll.
2.            Berpusat pada kepentingan guru bukan murid (yang penting sdh ngajar tak perduli murid mengerti atau tidak) Pertanyaan yang lazim diantara para guru dan kepala sekolah....eh sudah sampai dimana ngajarnya....? wah aku mesti ngebut nich waktunya sudah hampir habis.
3.            Berpusat pada target materi/kurikulum bukan dinamika kelas (yang penting target selesai, tak perduli kelas pasif, ribut atau murid bolos sekalipun)
4.            Berpusat pada pemahaman fungsi otak yang terbatas (IQ) bukan pada Multiple Intelligence (Kecerdasan Unik tanpa batas) Pengakuan anak pandai yang sangat terbatas pada kemampuan Eksakta & Verbal. “Jadi wajar bila dalam tiap kelas paling-paling Cuma ada 5 orang saja yang pandai dan bisa mengikuti pelajaran dengan baik.
5.            Berpusat pada kemampuan Naluri Mengajar bukan pada keahlian profesional mengajar berdasarkan pelatihan. (Sebagian besar guru mengajar berdasarkan naluri dan sedikit pengalaman bagaimana mereka dulu di ajar)
6.            Berpusat pada LOWER ORDER THINKING bukan Highly Order Thinking. (Menghapal soal yang Jawaban sudah ada/dimiliki gurunya)
7.            Berpusat pada 1 Model TES (Verbal Test Model/Schoolastic Aptitude Test) bukan berdasarkan tes beragam yang disesuaikan dengan jenis bidang dan mata ajar dan keunggulan spesifik anak.
8.            Berpusat pada hasil akhir (hanya sebagai uji ingatan bukan pada proses perbaikan yang diamati dan dicatat dari waktu kewaktu)
9.            Berpusat pada proses Imaginatif bukan realitas (anak kita tidak pernah mengerti manfaat ilmu yang diajarkan bagi realitas hidup mereka kelak)
10.          Guru sebagai sumber kebenaran (sindrom Teko Cangkir bukan korek api dan kayu bakar) bahwa guru hanya sebagai menuang air bukan pembangkit minat belajar anak.
11.          Berpusat pada ruang dan tempat yang terbatas. (Bayangkan anda duduk di satu ruangan selama berjam-jam, apa lagi kursinya keras) nah itulah yang dialami murid-murid di sekolah kita, duduk di bangku yang keras selama berjam-jam.
12.          Miskinnya pemberian dukungan belajar/Motivasi dari para guru (guru lebih suka memuji yang sukses dari pada membangkitkan yang gagal serta memuji usaha kebangkitannya, terlepas dari kegagalan demi kegagalan (Sindrom Belajar Sepeda). Dalam belajar sepeda kita bisa baru bisa naik sepeda setelah beberapa kali mengalami kegagalan. Tidak pernah ada anak yang langsung bisa naik sepeda tanpa pernah jatuh.
13.          Guru sebagai penguji bukan sebagai pembimbing, Guru merasa tidak bertanggung jawab terhadap kegagalan para siswanya dalam ujian yang dibuatnya sendiri. Salah satu sistem pendidikan di perguruan tinggi di AS. menempatkan dosen sebagai pendamping, sedangkan yang menentukan kelulusan adalah pihak luar sekolah yang juga merupakan user dari si siswa. Kegagalan siswa dalam ujian sekaligus menunjukkan kegagalan dosen dalam mengajar.
14.          Berpusat pada Tradisi bukan Kreatifitas (HOT SPOT – Hot Spot adalah kurikulum dinamis dan pembahasan masalah yang tidak didasarkan pada buku wajib, malainkan dibahas dan dikembangkan dari kasus-kasus yang sedang terjadi disekitar kehidupan anak-anak), Sementara Tradisi Kurikulum adalah statis, selalu sama yang diajarkan dan sering kali tidak relevan dengan perubahan zaman yang dialami siswanya sekarang, sehingga pendidikan dari waktu-kewaktu tidak mengalami kemajuan. Ingat waktu kita masih kecil bagaimana kita diajari menggambar..... apa yang yang kita gambar.....? Pemandangan dengan dua buah gunung, jalan di tengahnya, pohon di pinggir jalan.....? nah itulah salah satu contoh metode “Tradisi” dalam mengajar.
15.          Sekolah Lebih tepat disebut sebagai Lembaga Pengajaran bukan Lembaga Pendidikan, (Mengajar adalah membuat tidak tahu menjadi tahu, tidak bisa menjadi bisa sedangkan Mendidik adalah membuat anak tidak mau menjadi mau.) Sasaran mengajar adalah Ilmu sedangkan sasaran mendidik adalah moral dan karakter. Oleh karena wajar jika banyak anak didik di sekolah yang justru memiliki karakter sama seperti orang yang tidak terdidik.
Hasil Riset Sistem Sekolah Berbasiskan Multiple Intelligence dan Holistic Learning
Selain memperhatikan unsur-unsur tersebut di atas, ada beberapa poin yang dapat membantu orang tua dalam memilih sekolah yang benar-benar berkualitas bagi masa depan anaknya.
1.        Memiliki Konsep Sekolah yang jelas dan tepat.
Konsep sekolah sangat penting, karena konsep ibarat sebuah “resep” dalam pembuatan kue, Hanya konsep yang tepat sajalah yang akan menghasilkan kue-kue yang berkualitas. Oleh karena itu jenis kue yang sama sering kali memiliki rasa yang berbeda-beda. Hanya kue dengan resep yang tepatlah yang dapat menghasilkan rasa yang lezat dan disukai.
2.        Pemahaman yang mendalam akan konsep sekolah.
Seluruh jajaran mulai dari pimpinan, guru, administrasi secara keseluruhan mengetahui dan memahami Konsep Dasarnya yang dimiliki oleh sekolahnya, dan menerapkan konsep tersebut kepada siswa dalam proses belajar dan mengajar.
3.        Program Pengembangan SDM yang kontinu.
Guru-guru yang secara terus-menerus mendapat pelatihan dan program pengembangan yang berhubungan dengan pengetahuan dan kemampuan keahliannya.
4.        Melibatkan Orang tua dan anak secara aktif.
Proses ini akan sangat membantu kedua belah pihak untuk dapat menjamin tersolusikannya setiap permasalahan anak. Karena anak pada dasarnya merupakan produk orang tua dan sekolahnya. Hal ini dapat dilakukan misalnya dengan mengadakan pelatihan pendidikan bagi orang tua, Voluntary Parent, Pemecahan Problem Prilaku Bersama, Kunjungan ke Objek Pembelajaran Luar Sekolah.
5.        Dasar Rekrutmen Guru-guru yang tepat.
Pemilihan guru dan para pendidik harus lebih mengutamakan pada Kecintaan kepada anak serta bidang pendidikan bukan pada Gelar-gelar akademik semata, karena banyak sekali guru yang bergelar tinggi tapi justru tidak mencintai bidangnya.
6.        Guru yang memahami psikologi perkembangan anak.
Para gurunya memiliki pemahaman yang mendalam mengenai psikologi anak dan pendidikan. (Psikologi Perkembangan, Gaya Belajar, Komunikasi). Dia bisa menjelasakan tidak hanya apa yang diberikan dalam proses pembelajaran akan tetapi juga mengapa dan untuk apa hal itu diberikan pada anak.
7.        Para guru yang menguasai teknik-teknik pengajaran dan pendidikan.
Guru harus menempatkan posisinya sebagai sahabat bagi siswa bukan sebagai instruktur; sehingga siswa merasa belajar dengan sahabatnya bukan dengan instrukturnya.
8.        Sistem dan Pola Pembelajaran yang mengacu pada proses perkembangan kemampuan secara berkala, bukan pada ujian akhir.
Penilaian hasil sebuah pembelajaran adalah proses peningkatan dari waktu-kewaktu kemampuan siswa, mulai dari tidak bisa menjadi bisa dan mahir bukan hanya berbasiskan tes/ujian di akhir masa pembelajaran saja. Sistem ini disebut sebagai “Portfolio Management”
9.        Sistem Pendidikan dan Pengajaran yang memberdayakan kemampuan unggul “unik” setiap anak. Tidak memberlakukan sistem ranking dan rata-rata kelas, akan melainkan menggunakan sistem yang mengidentifikasi keunggulan dan kelemahan masing-masing individu dengan berfokus pada keunggulannya. Sehingga anak paham akan potensi keunggulan dirinya masing-masing.
10.      Tidak menggunakan kelas sebagai satu-satunya tempat belajar.
Setiap tempat adalah tempat belajar yang baik dan sempurna bagi siswa, sementara kelas adalah hanya salah satunya.
11.      Tidak menggunakan papan tulis dan buku sebagai satu-satunya media belajar. Media belajar yang baik adalah dengan membuat alat pembelajaran sendiri dari lingkungannya dengan mengandalkan ide-ide kreatif dari guru dan siswa. Buku dan papan tulis hanyalah alat bantu untuk memvisualisasikan apa yang diinginkan oleh guru pada siswanya.
12.      Materi yang seimbang antara akademik dan life skill.
Di luar sekolah anak akan menghadapi berbagai macam tantangan kehidupan nyata bagi dirinya saat ini dan kelak setelah dewasa. Oleh karena itu pembelajaran kehidupan dan bagaimana untuk dapat hidup dimasyarakat jauh lebih utama untuk dikuasai oleh para siswa. Bukan hanya mengagung-agungkan nilai EBTA, Sumatif Tes atau IPK, yang nyata-nyata kontribusinya tidak besar bagi sukses kehidupan anak kelak.
13.      Mau menerima masukkan dari luar untuk proses pengembangan sistem pembelajaran. Jelas bahwa sekolah bukanlah institusi yang paling sempurna dalam mendidik dan mengembangkan kemampuan siswa, oleh karenanya sekolah sangat memerlukan berbagai masukan yang tepat dari berbagai pihak untuk dapat mendidik lebih baik.
14.      Anak antusias, kreatif, kritis dan senang sekali bersekolah dan diajak bicara tentang sekolahnya. Ini merupakah alat ukur yang paling mudah bagi orang tua yang ingin mengetahui apakah sekolah yang dipilihnya cocok untuk anaknya.
15.      Anak akan menjadi lebih baik dalam waktu 3 s/d 6 bulan.
Sistem pendidikan yang baik tidak perlu membutuhkan waktu lama untuk mengembangkan anak didiknya, baik yang berhubungan dengan kemampuan krititis ataupun prilaku terpuji dari anak. Perubahan itu seharusnya akan mulai terlihat dan dirasakan oleh orang tua pada semester-semester awal dan terus berlangsung sepanjang periode pembelajaran.




PROFIL PENDIDIKAN SMPIT PERMATA MADANI

Tujuan pendidikan holistik membantu mengembangkan potensi individu dalam suasana pembelajaran yang lebih menyenangkan dan menggairahkan, demokratis dan humanis melalui pengalaman dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Melalui pendidikan holistik, peserta didik diharapkan dapat menjadi dirinya sendiri (learning to be). Dalam arti dapat memperoleh kebebasan psikologis, mengambil keputusan yang baik, belajar melalui cara yang sesuai dengan dirinya, memperoleh kecakapan sosial, serta dapat mengembangkan karakter dan emosionalnya.

Pendidikan holistik memperhatikan kebutuhan dan potensi yang dimiliki peserta didik, baik dalam aspek intelektual, emosional, emosional, fisik, artistik, kreatif, dan spritual. Proses pembelajaran menjadi tanggung jawab personal sekaligus juga menjadi tanggung jawab kolektif, oleh karena itu strategi pembelajaran lebih diarahkan pada bagaimana mengajar dan bagaimana orang belajar. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam mengembangkan strategi pembelajaran holistik, diantaranya:
(1) menggunakan pendekatan pembelajaran transformatif;
(2) prosedur pembelajaran yang fleksibel;
(3) pemecahan masalah melalui lintas disiplin ilmu,
(4) pembelajaran yang bermakna, dan
(5) pembelajaran melibatkan komunitas di mana individu berada.

SMPIT PERMATA MADANI adalah sebuah institusi pendidikan yang mengaplikasikan model Holistic Learning terintegrasi dengan basis Al Qur'an.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Walgreens Printable Coupons